Presiden Joko Widodo (Jokowi) beberapa waktu lalu mengaku mendapatkan “bisikan” dari sejumlah lembaga internasional bahwa dunia akan gelap pada tahun depan dengan semakin tingginya berbagai ketidakpastian global yang terjadi.
Setelah bertemu dengan berbagai pemimpin dunia, Presiden Jokowi menyampaikan pada Silaturahmi Nasional PPAD 2022, bahwa kondisi perekonomian dunia akan terancam mengalami keruntuhan. Nyatanya, fluktuasi enokomi berbagai negara sudah mulai kelihatan, dari kejatuhan kondisi ekonomi Sri Lanka, kemungkinan besar AS mengalami resesi, dan semua hal yang kita alami tidak terjadi bersamaan, tetapi terjadi secara sporadis. Presiden Jokowi memprediksi bahwa ada lebih dari 60 negara yang akan ambruk dalam gelombang resesi global. Spekulasi ini pun juga akan sporadis, terjadi di berbagai negara dan tidak terjadi secara bersamaan.
Meskipun Presiden Jokowi tidak menyatakan bahwa Indonesia tidak termasuk bagian dari negara yang akan mengalami “kondisi ekonomi gelap”, tidak bisa dipungkiri bahwa Indonesia rentan untuk mengalami kondisi yang sama. Dampak resesi global sudah mulai kita lihat dalam kehidupan sehari-hari kita. Contoh paling kentara saat ini adalah potensi kenaikan harga mie instan sampai 3x lipat. Kenaikan harga ini disebabkan oleh perang Ukraina – Rusia, dan Rusia adala eksportir gandum terbesar di dunia, menyebabkansemua produk berbasis gandum akan berpotensi mengalami kenaikan bahan pangan lain seperti pada inflasi pasca-Ramadhan. Proyeksi kenaikan harga bahan pangan lain tahun ini juga sangat memungkinkan.
Dan di tengah-tengah kenaikan harga ini, berbagai kalangan masyarakat bahkan masyarakat kelas atas mulai mengalami penurunan daya beli. Penurunan daya beli terutama pada masyarakat kelas atas disebabkan karena kesadaran diri bahwa mereka harus antisipasi terhadap kemungkinan terjadinya resesi di Indonesia. Mereka menyadari bahwa ada tanda-tanda yang disiarkan oleh pemerintahan Indonesia yang membuat mereka mengalami keraguan untuk terus mempertahankan daya beli mereka. Meskipun pemerintah kerap kali mengumumkan bahwa Indonesia sedang tidak dalam resesi, gejala-gejalanya sudah mulai menyebabkan keresahan pada masyarakat.
Sedangkan pada masyarakat kelas menengah ke bawah mengalami penurunan daya beli karena mereka sudah mulai merasakan dampak resesi global terlebih dahulu. Tingginya angka pengangguran, kenaikan harga pangan, banyaknya PHK dari perusahaan-perusahaan besar, kemampuan masyarakat untuk mempertahankan biaya hidup semakin susah. Tingkat pengangguran tinggi di kalangan tenaga kerja bergelar sarjana sangat meresahkan karena potensi mereka untuk menjadi produktif sangat terhambat, di mana 13% dari 8.40 juta orang pengangguran adalah orang dengan gelar S1. Jika situasi berlanjut seperti ini, kita bisa mengalami puncak resesi pada bulan September. Seberapa parah kondisi hidup kita semua nanti?
Banyak ahli ekonomi di Indonesia yang mulai menyarankan cara menghadapi resesi global dalam tahap personal. Umumnya banyak rekomendasi untuk membuat tabungan darurat / uang dingin dan juga melakukan investasi saham atau reksa dana. Mempunyai tabungan darurat dapat memberikan kamu kesempatan untuk menghidupi diri apabila kamu mengalami PHK atau diberhentikan dari pekerjaan. Sementara investasi dan reksadana memberi kamu kesempatan untuk memutar uang kamu agar mendapatkan penghasilan lebih besar di masa depan. Namun kedua bentuk antisipasi ini bukan menjadi solusi untuk banyak orang. Bagaimana kalau kita tidak mempunyai dana cadangan untuk dibuat menjadi dana darurat atau investasi?
Banyak orang menghidupi dirinya dengan penghasilan yang tidak sebesar itu untuk mempunyai tabungan, dan sering kali kita hidup dari gaji ke gaji per bulan atau paycheck to paycheck. Walaupun kita mempunyai cadangan uang, dana yang kita miliki belum tentu cukup untuk menjadi modal investasi dan reksa dana, dan pencairan dana dalam reksa dana tidak fleksibel sehingga kamu belum tentu dapat mencairkan uang yang kamu butuhkan saat itu juga. Tidak banyak kemungkinan untuk kamu mendapatkan penghasilan stabil di luar bekerja kantoran tanpa membutuhkan investasi besar di awal.
Bagaimana kalau kamu bisa memulai bisnis tanpa punya modal besar?
Kebanyakan bisnis online membutuhkan kamu sebagai penjual untuk investasi dalam modal kebutuhan awal dan juga perkantoran atau rumah sebagai tempat bisnis. Tapi bisnis dropship tidak membutuhkan kedua hal itu. Bisnis dropship memungkinkan kamu untuk berjualan produk tanpa mengeluarkan ongkos besar untuk stok produk. Tanpa memerlukan stok modal awal, bisnis dropship memiliki resiko yang jauh lebih rendah dibanding bisnis lain.Apabila kamu tidak memiliki modal besar, dropship adalah salah satu opsi untuk mendapat penghasilan tetap.
Tapi apakah berjualan dropship dapat menjamin penghasilan yang stabil?
Pada kenyataannya, dropship berpotensi menjadi industri yang masih stabil dalam menghadapi ketidakpastian perekonomian. Clout Indonesia mengamati adanya penjualan konstan dalam platform kami, dan dropshippers terus berkembang untuk memiliki bisnis yang bisa mereka andalkan. Industri bisnis online telah mengalami kenaikan penjualan sebesar 3 kali lipat pada Agustus ini dibandingkan tahun lalu. Potensi untuk berbisnis online, terutama dropship di Indonesia, masih menjadi kesempatan besar untuk mencapai kestabilan finansial.
Tentu menjalankan bisnis dropship tidak akan semudah itu. Seperti semua hal, memulai adalah langkah yang susah. Namun sebagai Platform dropship no. 1 di Indonesia, Clout Indonesia memberikan akses informasi yang dibutuhkan untuk membantu member untuk berkembang dalam berbisnis. Member dropship juga dapat ruang untuk mendapatkan update serta informasi tambahan secara reguler untuk membantu kebutuhan dropshippers.
Klik disini untuk informasi lebih lanjut mengenai menjadi dropship di Clout Indonesia.